Surabaya- Radjuh, Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi C DPRD Kota Surabaya pada Selasa, 12 Agustus 2025, yang semula diagendakan membahas penerbitan Nomor Objek Pajak (NOP) ganda lahan milik PT Darmo Permai, mendadak berubah panas. Rapat yang dijadwalkan fokus pada persoalan pajak lahan dan akses jalan kompleks Darmo Graha Residence itu justru menjadi arena tudingan keras dan kontroversial.
Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan PT Darmo Permai, Bapenda Kota Surabaya, BPN, Bagian Hukum dan BPKAD Pemkot Surabaya, serta perwakilan kelurahan dan kecamatan setempat. Namun situasi berubah ketika Prof. Dr. KPHA. Tjandra Sridjaja Pradjonggo, S.H., M.H., yang hadir mengatasnamakan warga Tubanan, mengambil alih forum dengan menyampaikan klaim kepemilikan lahan.
Tjandra menegaskan bahwa kepemilikan PT Darmo Permai di Tubanan sudah tidak sah. Klaim ini langsung ditepis oleh BPN Surabaya yang menegaskan bahwa lahan seluas 57,5 hektare di kawasan tersebut masih sah milik PT Darmo Permai dan tidak termasuk tanah terlantar.
Tak berhenti di situ, Tjandra kemudian melontarkan tuduhan pribadi yang mengejutkan. Ia menuding putra pimpinan PT Darmo Permai, berinisial KS, menyewa “100 pembunuh bayaran” untuk menakut-nakuti warga. Ia juga menuding adanya lobi PT Darmo Permai ke BPN Pusat serta dugaan kolusi dengan salah satu anggota Komisi C DPRD dan petinggi partai berinisial TL.
Redaksi mengonfirmasi tuduhan tersebut ke sejumlah pihak. Lurah dan Camat Karang Poh mengaku memang mendengar isu soal ancaman yang ditujukan ke individu berinisial KS, namun tidak dapat memastikan kebenarannya. Sementara itu, pihak PT Darmo Permai melalui pegawainya, Olive, membenarkan adanya putra pimpinan bernama Kevin, tetapi menegaskan bahwa ia jarang berada di Surabaya dan saat ini tinggal di Tokyo, Jepang. Saat diminta klarifikasi lebih lanjut, Tjandra enggan memberikan komentar tambahan.
Ketegangan semakin meningkat ketika Tjandra membacakan isi surat protes resmi PT Darmo Permai kepada Bapenda. Langkah ini menimbulkan pertanyaan serius, sebab dokumen internal antar lembaga tersebut justru berada di tangan pihak luar yang hanya tercatat hadir sebagai kuasa hukum seorang warga bernama Guntur.
Rapat pun berakhir tanpa keputusan substansial. Fakta lain yang ikut menambah kerumitan ialah informasi dari agen properti yang mencatat bahwa pengembang Darmo Graha Residence justru adalah Sridjaja Development. Padahal, surat undangan resmi rapat hanya ditujukan kepada PT Darmo Permai bersama instansi pemerintah.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa pimpinan rapat mengizinkan intervensi dari pihak eksternal yang tidak hanya minim legal standing, tetapi juga berpotensi memiliki konflik kepentingan dalam persoalan tersebut? Er- sumber: Warta Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar